Pesona Desa Adat Saga: Harmoni Alam, Tradisi, dan Kearifan Lokal di NTT
Desa Adat Saga di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, adalah cermin kekayaan budaya dan tradisi leluhur yang tetap hidup dan terjaga di tengah arus modernisasi.
Desa ini tidak hanya menyimpan sejarah panjang masyarakat etnik Lio, tetapi juga menjadi saksi hidup tradisi leluhur yang dijaga secara turun-temurun, memberikan pengalaman yang kaya akan nilai-nilai budaya yang mendalam dan kearifan lokal yang harmonis dengan alam sekitar.
Di bawah ini ALL ABOUT NUSA TENGGARA TIMUR akan membahas keunikan Desa Adat Saga, sebuah permukiman tradisional yang memikat hati dengan kekayaan budaya dan kearifan lokalnya di Nusa Tenggara Timur.
Lokasi & Topografi Unik Desa Saga
Desa Adat Saga berada di wilayah berbukit yang menantang namun indah, yang menjulang di atas lanskap Desa Saga. Letaknya yang strategis di puncak bukit memberikan pemandangan yang luas dan udara sejuk, sekaligus menjaga komunitas dari ancaman bencana alam dan memberikan suasana yang damai dan tenteram.
Topografi berbukit ini juga menjadi bagian penting dalam tata letak desa, di mana rumah-rumah adat tersusun apik secara bertingkat mengikuti kontur bukit, menciptakan keselarasan antara bangunan dan alam sekitar. Kampung ini dulunya merupakan perkampungan yang ramai, dihuni oleh banyak penduduk.
Namun, gempa besar yang melanda Flores pada tahun 1992 menyebabkan beberapa rumah mengalami kerusakan parah, sehingga banyak warga mengungsi dan membangun perumahan baru di bawah bukit, membentuk kampung baru sementara desa adat tetap dilestarikan sebagai warisan budaya yang penting bagi identitas masyarakat Saga.
Support Timnas Indonesia di Piala Dunia dengan cara nonton gratis melalui Aplikasi Shotsgoal. Segera download!
Keindahan Rumah Adat Sa’o
Salah satu daya tarik utama Desa Adat Saga adalah keberadaan 22 rumah adat yang khas, dikenal sebagai Sa’o. Rumah-rumah ini dibangun dengan struktur panggung yang kokoh, menggunakan pondasi sembilan batu ceper besar yang ditanam di dalam tanah sebagai penopang utama, dengan tinggi mencapai 60 hingga 100 cm dari permukaan tanah.
Pondasi batu ini tidak hanya berfungsi secara fisik, tetapi juga membawa filosofi dan simbolisme mendalam dalam budaya masyarakat. Setiap Sa’o dibangun dengan bahan utama kayu, dengan atap berbentuk kerucut yang tingginya hingga tujuh meter, terbuat dari ilalang dan dibungkus dengan ijuk.
Filosofi rumah ini menggambarkan tubuh manusia secara simbolis: atap sebagai kepala, tiang utama sebagai leher, kuda-kuda sebagai tangan, dinding sebagai rusuk, dan tiang penyangga sebagai kaki. Desain ini menunjukkan hubungan erat antara manusia, alam, dan kosmologi yang diyakini oleh masyarakat Saga.
Sa’o berfungsi sebagai tempat tinggal bagi belasan kepala keluarga, mencerminkan nilai kebersamaan dan solidaritas komunitas. Di bagian dalam rumah, terdapat ruang dapur khusus yang digunakan kaum perempuan saat ritual adat.
Teras depan rumah dibiarkan lapang tanpa kursi agar para tamu dapat duduk bersila, menampilkan keterbukaan masyarakat dalam kearifan lokal. Selain itu, terdapat Sa’o Nggua, rumah khusus bagi para tetua adat (mosalaki) yang dikelilingi oleh saudara laki-laki dari garis keturunan tertentu.
Di depan Sa’o Nggua berdiri Tubo Saga, sebuah tiang suci yang menjadi tempat persembahan untuk leluhur. Tubo Saga terbuat dari batu atau kayu tahan lama dan melambangkan rasa hormat yang mendalam terhadap tradisi serta para leluhur.
Baca Juga: Menyelami Harmoni Alam dan Adat di Desa Tradisional Tamkesi
Ritual Nggua, Syukur Panen Masyarakat Saga
Kultur Desa Adat Saga tidak hanya terlihat dari arsitektur dan struktur sosialnya, tetapi juga dari ritual adat yang dijalankan secara rutin. Salah satu ritual penting adalah pesta syukur panen yang dikenal sebagai Nggua. Upacara ini berlangsung setiap bulan September dan menjadi momen penting yang diperingati dengan antusiasme tinggi oleh seluruh masyarakat Saga.
Rangkaian ritual Nggua diawali dengan berbagai tahapan yang sarat makna spiritual dan sosial. Proses pertama adalah Sa’o, yakni penentuan lokasi pembukaan ladang baru. Setelah itu dilanjutkan dengan Ngeti, simbol pembukaan huma secara resmi. Berikutnya adalah Jengi, yaitu ritual pembakaran ladang kering sebagai bagian dari persiapan menanam.
Selain itu, dilakukan juga tindakan tolak bala untuk mengusir penyakit dari ladang agar hasil panen melimpah. Setelah ladang siap, proses menanam padi (Tedo) dilakukan terlebih dahulu oleh mosalaki sebagai bentuk penghormatan.
Setelah mosalaki selesai, barulah masyarakat umum mengikuti proses penanaman. Ketika tanaman mulai matang, masyarakat mengadakan Nggua Uta Bue, yaitu makan kacang-kacangan sebagai lambang kesinambungan keturunan dan persaudaraan.
Puncaknya adalah Keti Pare, upacara makan nasi baru sebagai bentuk syukur atas hasil panen yang telah disimpan di lumbung (bhengge). Acara ini diakhiri dengan Gawi, tarian kolektif yang penuh kegembiraan dan penghormatan kepada leluhur, di mana mosalaki memberikan persembahan arak dan makanan di batu sakral desa.
Desa Saga, Ikon Wisata Budaya Ende
Keunikan dan kekayaan budaya Desa Adat Saga menjadikannya ikon wisata budaya yang sangat berpotensi di Kabupaten Ende. Tradisi yang masih hidup dan rumah adat yang megah menjadi daya tarik utama desa ini. Pemandangan alam yang memukau turut menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara.
Masyarakat dan tokoh adat setempat berupaya menjaga agar kampung ini tetap terpelihara dengan baik. Penataan dilakukan dengan tetap mempertahankan esensi budaya asli yang dimiliki. Upaya ini bertujuan untuk melestarikan kearifan lokal sekaligus membuka peluang ekonomi melalui pariwisata berkelanjutan.
Desa Adat Saga pun menjadi contoh nyata harmonisasi antara pelestarian budaya dan pembangunan ekonomi berbasis komunitas.
Kesimpulan
Desa Adat Saga lebih dari sekadar sebuah organisasi kuno di Nusa Tenggara Timur. Desa ini menjadi cermin identitas, sejarah, dan nilai-nilai luhur masyarakat Lio. Warga hidup rukun dengan alam dan leluhur mereka, menjaga harmoni yang diwariskan turun-temurun. Melalui rumah adat Sa’o yang megah, Desa Saga mempertahankan simbol-simbol budaya yang kaya makna.
Ritual Nggua yang sarat nilai spiritual juga memperlihatkan kedalaman tradisi yang masih lestari. Komitmen menjaga tradisi ini mengajarkan pentingnya menghargai akar budaya. Menjelajahi Desa Saga bukan hanya tentang melihat bangunan tua, tetapi mendalami kisah, filosofi, dan semangat komunitasnya.
Desa ini menjadi warisan hidup yang penuh nilai berharga bagi generasi berikutnya. Pesonanya menjadikan Saga permata budaya yang bersinar di tengah keberagaman Nusa Tenggara Timur. Desa Adat Saga bukan hanya destinasi wisata, melainkan sekolah kebudayaan yang penuh hikmah dan inspirasi bagi siapa saja yang berkunjung.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari lifestyle.bisnis.com
- Gambar Kedua dari www.mongabay.co.id